FITOFARMAKA
A. Pendahuluan
Fitofarmaka adalah
sediaan obat yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya, bahan bakunya
terdiri dari simplisia atau sediaan galenik yang telah mementuh persyaratan
(Permenkes RI No.760, 1992).
Sediaan obat dalam
bentuk ekstrak (monoekstrak) mengandung camapuran senyawa kimia yang
kompleks. Masing-masing komponen senyawa mempunyai efek yang
berbeda-beda dengan efek yang ditimbulkan secara keseluruhan. Komponen senyaw yang terkandung dalam suatu
sediaan ekstrak dapat dibedakan atas: 1). senyawa aktif utama, 2). Senyawa akti sampingan, 3). Senyawa ikutan
(antara lain: selulosa, amilum, gula, lignin, protein, lemak). Keseluruhan senyawa tersebut akan berperan
sehingga menimbulkan efek keseluruhan yang ada.
Golongan senyawa yang aktivitasnya dominan disebut senyawa aktif utama
(hanya pada beberapa sediaan saja dapat diterangkan; terutama pada
senyawa-senyawa aktif yang sudah benar-benar diketahui). Adapun pengaruh-pengaruh golongan senyawa
lain dapat memperkuat atau memperlemah efek akhirnya secara keseluruhan.
Sediaan
ekstrak dapat dibuat pada simplisia yang mempunyai:
- Senyawa aktif belum diketahui secara pasti.
- Senyawa aktif sudah dikenal, tetapi dengan isolasi, harganya menjadi lebih mahal.
- Senyawa aktif sudah diketahui tetapi dalam bentuk murni tidak stabil.
- Efektivitas tumbuhan hanya dalam bentuk segar saja, bila telah melalui proses pengeringan menjadi tidak berefek.
- Efek yang timbul merupakan hasil sinergisme.
- Efek samping berkurang bila dibanding dengan bentuk murni.
- Efek tidak spesifik, hanya efek psikosomatik.
- indeks terapetik dalam bentuk campuran relatif lebih lebar bila dibanding dengan indeks terapi dalam bentuk murni.
B. Standardisasi
Standaridisasi adalah penetapan kualitas suatu bahan obat menggunakan senyawa
atu bahan baku
pembanding dan didasarkan atas suatu harga rentang tertentu (nilai terendah dan
nilai tertinggi). Suatu bahan obat yang
telah terstandarisisr berarti mempunyai nilai terendah dan nilai
tertinggi. Sebagai contoh adalah ekstrak
belladonae mengandung paling sedikit 1,3% dan paling tinggi 1,45% alkaloid
hiosiamin. Bila hanya dinyatakan dengan
satu harga tidaklah berarti bahwa bahan obat tersebut terstandardisir misalnya
ekstrak Timi mengandung paling sedikit 0,03% fenol dihitung sebagai timol. Standardisasi untuk suatu produk sediaan obat
(ekstrak) adalah stuatu persyaratan dapat diwujudkannya reprodusibilitas
terhadap kualitas farmasetik maupun terapetik.
Pada upaya
standardisasi tersebut perlu ditentukan persyaratan standard yang
diharuskan. Pada pelaksanaan
standardisasi tersebut perlu pula dilakukan dengan berbagai macam metode (pengujian
multifaktorial). Standardisasi suatu
sediaan obat (ekstrak) tidaklah sulit bila senyawa aktif yang ebrperan telah
diketahui dengan pasti. Pada prinsipnya
standardisasi dapt didasarkan atas senyawa aktif, kelompok senyawa aktif maupun
atas dasar senyawa karakter (bila senyawa aktif belum diketahui dengan
pasti). Bila digunakan senyawa karakter pada upaya standardisasi, maka dalam
hal ini hanyalah bertujuan untuk dapat membantu menentukan kualitas bahan obat tersebut. Senyawa karakter yang dipakai haruslah
spesifik dan digunakan selama senyawa aktif belum diketahui dengan pasti. Standardisasi dapat dilakukan seara fisika,
kimia, maupun biologik.
Pada
prinsipnya standardisasi suatu bahan obat / sediaan obat dilakukan mulai dari
bahan baku sampai dengan sediaan jadi (mulai dari proses penanaman sehingga
akan terwujud suatu homogenoitas bahan baku).
Pengontrolan yang ketat terhadap bahan baku hasil kultivasi (pemilihan
bibit, pengontrolan lahan penanaman, saat panen, pengeringan dan atau
pengontrolan terhadap setiap tahap proses dari bahan baku sampai dengan
bentuksediaan jadi) dapat diharapkan terwujudnya suatu homogenitas bahan obat /
sediaan fitofarmaka. Untuk keperluan
pengontrolan kualitas sediaan jadi diperlukan berbagai segi yang harus diperhatikan
yaitu:
1. Sifat
sediaan obat
Sebagai
contoh adalah penggunaan ekstrak kering sebagai bahan obat, maka harus
diperhatikan kelarutannya. Secara
sensorik diperlukan uraian tentang warna dan bau (bila telah dipastikan bahwa sediaan
tidak toksik, dapt dilakukan uji rasa).
Pada ekstrak kering diperlukan uraian tentang kecepatan pepelarutan;
untuk ini derajad halus partikel memegan peranan penting (diuji dengan berbagai macam ayakan dan diuji pula
banyaknya partikel per satuan luas di bawah mikroskop). Adapun tentang pengujian warna sediaan dapat
didasarkan atas wrna pembanding dari ekstrak standard atau suatu zat pembanding
tertentu. Pada pengujian warna tersebut
dapat digunakanmetode spektrofotometrik pada panjang gelombang tertentu.
2. Pengujian
identitas.
Pada
pengujian identitas ini dapat digunakan reaksi-reaksi pengendapan maupn
reaksi-reaksi warna atau menggunakan metode kromatografi. Metode kromatografi merupakan metode yang
mempunyai arti penting. Hal ini
dikarenakan dapat dideteksinya senyawa-senyawa yang terlebi dahulu dipisahkan
dan dapat dilakukan pula pengujian kualitatif atas dasar kromatogram secara
keseluruhan (fingerprint). Disamping
kromatografi lapisan tipis dapat pula dilakukan dengan kromatografi kinerja
tinggi dan kromatografi gas.
3.
Pengujian kemurnian ekstrak/sediaan
Dalam
hal ni termasuk pengujian terhadap senyawa-senyawa ikutan yang dakibatkan dari
proses pembuatan dari tahap awal sampai tahap akhir.
4. Kadar
air
Kadar
air yang relatif besar pada sediaan-sediaan ekstrak kering (yang mengandung
glikosida) akan mempengaruhi stabilitas sediaan karena kemungkinan terjadinya
hidrolisis. Untuk keperluan ini maka
perlu ditentukan batas kadar air yang tertinggi.
5. Logam
berat
Kadar
logam berat perlu ditentukan untuk menghindari efek yang tidak diinginkan. Untuk keperluan ini dapat digunakan kadar
logam berat secara total maupun secara individual (Spektrofotometer Serapan
Atom).
6. Senyawa
logam
Pada
sediaan ekstrak dapat pula tercemar dengan senyawa-senyawa logam (anorganik)
selama proses penyiapannya. Untuk dapat
memberikan uraian tentang senyawa anorganik ini dapat dilakukan pengujian
tentang kadar abu atau kadar abu sulfat.
7.
Kontaminan alkali dan asam
Pengujian
terhadap kontaminan tersebut penting, bila berpengaruh terhadap stabilitas
ekstrak. Prosedur yang sederhana adalah
dengan mengukur pH sediaan dalam bentuk larutan dalam air atau suspensi. Untuk kepertluan tersebut dapat digunakan
kertas indikator maupun pH meter (pH meter merupakan alat yang lebih cocok bila
dibanding dengan kertas indikator, karena warna kertas indikator dapat
terpengaruh dengan warna dari sediaan).
- Susut pengeringan.
Pengukurang sisa zat setelah
pengeraingan pada temperatur 105oC selama 30 menit atau sampai berat konstan,
yang dinyatakan sebagai nilai prosen.
Dalam hal khusus (jika bahan tidak mengandung minyak menguap / atsiri
dan sisa pelarut organik menguap) identik dengan kadar air, yaitu kandungan air
karena berada di atmosfer / lingkungan udara terbuka.
- Kadar residu pestisida.
Menentukan kandungan sisa
pestisida yang mungkin sja pernah ditambahka atau mengkontaminasi pada bahan
simplisia pembuatan ekstrak.
10. Cemaran mikroba
Menentukan
(identifikasi) adanya mikroba yang patogen secara analisis mikrobiologis.
11.
Cemaran Kapang, khamir, dan aflatoksin.
Menentukan
adanya jamur secara mikrobiologis dan adanya aflatoksin dengan kromatografi
lapis tipis.
12. Parameter sepsifik.
Parameter
ini meliputi: 1). Identitas ekstrak (nama ekstrak, nama latin tumbuhan, bagian
tumbuhan yangigunakan, nama Indonesia, dan senyawa identitas), 2). Organoleptik
(bentuk, warna, bau, dan rasa), 3)
senyawa terlarut dalam pelarut tertentu.
C. Problema
Pembakuan
Pada
sediaan ekstrak, disamping senyawa aktif terdapat pula senyawa lain (senyawa
aktif sampingan atau senyawa ikutan), sehingga menimbulkan kesulitan dalam
pembakuan sediaan tersebut. Ditinjau
dari senyawa aktif yang terdapat di dalamnya, terdapat berbagai macam variasi
struktur molekulya. Sebagai contoh pada
kulit kina terdapat kinin, kinidin, sinkonin, dan sinkonidin, serta masih
banyak alkaloid lagi. Kontol kualitas
terhadap semua senyawa aktif dihitung terhadap senyawa aktif utama. Contoh yang lain adalah daun senna, kadar
total hidroksi antrasena dihitung sebagai sennosid B. Pada dasarnya pembakuan dapat dilakukan dari
segi farmasetik-analitik serta biologik.
Atas dasar hal tersebut, apabila senyawa aktif belum diketahui, maka prose
pembakuan menjadi sulit dilakukan.
Jika
senyawa aktif belum diketahui, maka pembakuan didasarkan atas senyawa
karakter. Pembakuan yang didasarkan atas
senyawa aktif atau senyawa karakter tersebut sangat essensial dalam rangka
pembuktian identitas dan kemurnian simposia (terutama senyawa karakter).
Fitofarmaka
pada dasarnya merupakan produk modernisasi penggunaan tradisional, sehingga
ekstrak-ekstrak yang dibuat haruslah mempunyai komponen kandungna yang sama
seperti yang digunakan oleh masyarakat.
D. Industri Fitofarmaka
Pada
obat modern, beberapa obat yang berasal dari tanaman kebanyakan digunakan
sebagai senyawa murni dan beberapa merupakan ekstrak atau tingtur
terstandardisasi (tabel 2: ekstraks
terstandardisasi yang saat ini digunakan untuk terapi dalam pengobatan modern). Meskipun dalam pengobatan tradisional tanaman
utuh atau bagian dari tanaman digunakan dalam benutk serbuk, rebusan, atau
ekstrak; tanaman tunggal atau campuran tanaman boleh digunakan. Teknologi dan peralatan yang dibutuhkan untuk
produksi kebanyakan produktanaman ini relative sederhana. Banyak negara berkembang dapat mendirikan
pabrik untuk menghasilkan produk-produk ini, yang akan membantu dua hal yaitu
dalam menjaga kesehatan dan juga perbaikan ekonomi. Produk spesifik yang dihasilkan dan campuran
produktidak hanya tergantung pada ketersediaan tanaman, menyangkut pertumbuhan
dan penanaman, tetapi juga pola penyakit di negara tersebut. Tergantung pada status teknologi industri
suatu negara, produksi ekstrak terstandardisasi dapat diambil terlebih dahulu,
kemudian diikuti oleh produksi senyawa murni.
Isolasi konstituen murni atau fraksi ternstandardisasi tentu saja akan
memberikan nilai tambah dan dimanapun hal itu penting dan mungkn harus terus
dilakukan. Dalam hal pengobatan
treadisional akan menjadi berguna untuk modernisasi produknya, pengembangan
formula yang cocok dan bentuk sediaan serta menetapkan standard bagi kontrol
kualitas.
KRITERIA UNTUK SELEKSI PRODUK
Beberapa
kriteria untuk seleksi produk sebgai dasar pada produksi di industri tanaman
obat sebagai bahan awal adalah sebagai berikut:
- Tanaman obat yang dibutuhkan untuk produksi harus tersedia yang mudah tumbuh spontan atau yang dibudidayakan di negara atau daerah tersebut.
- Obat harus diterima seca luas, digunakan dan atau dibutuhkan untuk mengobati penyakit menular (prevalen) di negara tersebut.
- Obat yang diperoleh dari tanamanoabt harus aman.
- Biaya pengobatan dengan obat harus kompetitif dengan obat sintesis untuk kategori terapetik yang sama.
- Produksi obat tersebut harus menawarkan manfaat ekonomi jangka panjang seperti pengganti impor atau daya pendapatan ekspor.
- Kemungkinan ekspor tanaman obat atau produk ke negara berkembang dan atau negara industri lain harus menjadi pertimbangan penting.
- Dalam masalah penelitian calon obat, produksi harus dipertimbangkan hanya setelah kemanjuran klinik telah dibuktikan.
Tabel 1. Beberapa Tanaman yang
digunakan dalam produksi ekstrak total atau murni yang terstandardidsasi untuk
obat modern.
No.
|
Tanaman
|
Ekstrak terstandard
|
1.
|
Aloe sp
|
Ekstrak mengandung 20% hidroksi antrakinon dihitung sebagai aloin.
|
2.
|
Atropa belladonna
|
Ekstrak mengandung 1% alkaloid dihitung sebagai hyoscyamin.
|
3.
|
Cassia angustifolia
|
Ekstrak mengandung 45% senosida dihitung sebagai senosid B.
|
4.
|
Capsicum annum
|
Olearesin mengandung 8-10% capsiccin
|
5.
|
Centella asiatica
|
Ekstrak mengandung 70% asam triterpen
|
6.
|
Cephaelis ipecacuanhua
|
Ekstrak mengandung 6% alkaloid dihitung sebagai emetine
|
7.
|
Commiphora mukul resin
|
Distandardisasi dengan ekstrak etil asetat mengandung 5-7 % gugulsteron.
|
8.
|
Digitalis spp
|
Ekstrak total digitalis
|
9.
|
Glycyrrhiza glabra
|
Ekstrak, total atau murni.
|
10.
|
Ginco biloba
|
Teborin untuk problem kardiovaskuler
|
11.
|
Hyoscyamus niger
|
Ekstrak mengandung 1% alkaloid ditetapkan sebagai hyoscyamine.
|
12.
|
Panax ginseng
|
Ekstrak mengandung 10% saponin dihitung sebagai ginsenosida Rg 1 (kode senyawa)
|
13.
|
Valleriana officinalis
Valleriana wallichii
|
Ekstrak mengandung 1,3% dan 0,75 % Valepotriats
|
14.
|
Zingiber officinalis
|
Ekstrak total / oleorisin.
|
PEMBUDIDAYAAN TANAMAN OBAT
Tanaman
obat merupakan persediaan untuk obat tradisional dan juga tanaman penghasil
obat modern. Ketersediaan dalam jmlah
yang memaai dari tanaman obat dengan kualitas yang cocok / tepat sering
merupakan faktor penentu dalam keberhasilan industri fitokimia. Oleh karena itu ketersediaannya dalam jangka
panjang harus dijaga. Hal ini menegaskan
dalam sistem tradisional bahwa kualitas obat ditentukan oleh lingkunan alam
dimana tanaman biasanya dapat tumbuh.
Hal ini merupakan bukti kuat bahwa konstituen kimia tanaman sengat
dipengaruhi, secara kualitatif dan kuantitatif, oleh letak geografis dan musim
atau waktu panen. Bagaimanapun tidak ada
industri fitokimia, baik itu industri obat modern ataupun obat-obat tradisional
dapat dibangun berdasarkan pertumbuhan alami tanaman untuk persediaan yang
sedikit dan bahaya dari berkurangnnya spesies.
Selanjutnya, mungkin tidak akan ada perbaikan kualitas varietas tanaman
kecuali jika dilakukan pembudidayaan.
Oleh karena itu yang terpenting adalah menentukan kriteria bagi kualitas
tanaman, dan memastikan bahwa tanaman hasil budidaya memenuhi standard
tersebut. Sejumlah tanaman yangbiasa
digunakan dalam sistem pengobatan tradisional di India dan di temat lain suadah
termasuk di dalam daftar. Daftar tanaman
yang perlu dibudidayakan terlihat pada tabel 2.
Tabel 2. Tanaman yang digunakan luas
dalam obat modern dan tradisional yang perlu untuk dibudidayakan.
No.
|
Nama tanaman
|
1.
|
Achyranthes aspera
|
2.
|
Aconitum heterophyllum
|
3.
|
Acorus calamus
|
4.
|
Aloe vera
|
5.
|
Anacyclus pyrethrum
|
6.
|
Andrographis paniculata
|
7.
|
Asparagus recemosus
|
8.
|
Atropa belladona
|
9.
|
Azadirachta indica
|
10.
|
Berberis aristata
|
11.
|
Boswellia serrata
|
12.
|
Capsicum annum
|
13.
|
Cassia sp
|
14.
|
Catharanthus roseus
|
15.
|
Cephaelis ipecacuanhua
|
16.
|
Cinchonna sp
|
17.
|
Commiphora wightii
(Syn.C.mukul)
|
18.
|
Crocus sativus
|
19.
|
Datura metel
|
20.
|
Digitalis lanata
|
21.
|
Dioscorea sp
|
22.
|
Duboisisa myoporoides
|
23.
|
Ephedra gerardiana
|
24.
|
Gentiana kurroo
|
25.
|
Gloriosa superba
|
26.
|
Glycyrrhiza glabra
|
27.
|
Meusae nagassarium
|
28.
|
Mucuna pruriens
|
29.
|
Ocimum sp
|
30.
|
Papaver somniferum
|
31.
|
Phyllantus amarus
|
32.
|
Picrorrhiza kurroa
|
33.
|
Piper longum
|
34.
|
Plantago ovata
|
35.
|
Podophullum hexandrum
|
36.
|
Theum emodi
|
37.
|
Sophoa japonica
|
38.
|
Swertia chirata
|
39.
|
Terminalis sp
|
40.
|
Valeriana wallichii
|
41.
|
Withania somnifera
|
42.
|
Zingiber officinalis
|
Berkaitan
dengan ketersediaan juga diperlukan perbaikan genetik dari spesies khususnya
beberapa sifat seperti meningkatkan hasil komponen aktif. Sebagai
contoh, tanaman digitalis dipilih yang menghasilkan terutama digoksin
atau digitoksin dan turunan tanaman ergot yang menghasilkan terutama ergotamin
atau ergometrin. Keberhasilan industri
yang bertumpu pada tanaman obat sangat tergantung pada perkembangan dan
pembudidayaan varietas-varietas tanaman tersebut.
A. Gambaran Ekonomi
Gambaran
ekonomi diperlukan sekali untuk melaksanakan sejumlah survey terhadap
ketersediaan alami tanaman-tanaman terpilih.
Gambaran ekonomi seperti itu akan memberikan informasi yang berguna yang
diperlukan untuk pengadaan unit-unit produksi dan juga mengenai ketersediaan
plasma nutfah asli, yang akan tergantung pada langkah-langkah yang harus
dilakukan untuk mengawetkannya.
Kultur jaringan dan bioteknologi tanaman untuk
perbaikan budidaya tanaman.
Perkembangan
terakhir dalam pembiakan mikroklonal tanaman melalui kultur jaringan berperan
besar terhadap pengembangan tanaman obat dengan menghasilkan bahan tanaman
bermutu standard. Beberapa tanaman obat
yang berhasil dibiakkan melalui teknik kultur jaringan adalah Cephaelis ipecacuanhua, Rauwolfia serpentina, Dioscorea sp, Valerian, Hyoscyamus niger,
Duboisia sp, Solanum sp, dan Cinchona. Kemajuan terakhir dalam bioteknologi untuk menghasilkan
tanaman-tanaman transgenik menambah dimensi baru tanaman sebgai sumber
produk-produk farmasi. Ada beberapa
prioritas R&D yang berkaitan dengan pembiakan dan perbaikan tanaman obat.
Sejumlah
tanaman obat yang memiliki nilai ekonomis diperlukan dalam jumlah besar sekitar
50, dan prioritas harus diberikan pada pembudidayaan tanaman-tanaman ini untuk
menjamin ketersediaannya.
B. Menejemen Pemasaran.
Keberhasilan
pembudidayaan tanaman obat tergantung pada sistem menejemen selama pengumpulan,
penyimpanan, dan pemasaran tanaman tersebut.
Oleh karena itu suatu organisasi pemasaran harus dipandang sebagai
bagian menyeluruh dari pengembangan
tanaman-tanaman obat. Apalagi, sebgaian
dari tanaman-tanaman tersebut berguna sebgai bahan mentah untuk peroduksi
fitofarmaka pada industri lokal, yang merupakan pasar dunia yang besar bagi
tanaman obat dan juga eksport tanaman obat, tetapi lebih disukai produk-produk
yang mempunyai nilai tambah yng dapat memberi keuntungan ekonomi bagi
negara-negara berkembang.
C. Kultur Sel tanaman unuk Produksi
Skala Industri Produk-produk Alam
Kultur
sel tanaman memberikan suatu pendekatan / sumber alternatif yang berguna untuk
mendapatkan produk-produk alam. Kultur
sel digunakan dalam tiga cara yang terpenting untuk mendapatkan produk-produk
alam:
1. Sebagai sumber alternatif untuk
membuat produk
2.
Sebagai sumber senyawa-senyawa
penting
3.
Sebagai suatu sistem
biotransformasi untuk mendapatkan oabt dari molekul-molekul awal / prekursor.
Kemajuan nyata terjadi pada dekade akhir dalam teknologi
kultur serl dan sejumlah produk tanaman dihasilkan dengan cara ini, yang
meliputi: alkaloid indol, Catharanthus,
shikonin, nikotin, anabasin, L-dopa, varepotriat, dan berberin. Dari kesemuanya kemungkinan hanya shikonin merupakan satu-satunya yang
diproduksi secara komersiil dalam skala besar dengan teknik ini. Alasan utama kurangnya komersialisasi
teknologi ini adalah waktu proses untuk sistem sel tanaman yang lama dan
konsekuensinya biaya pekerja yang tinggi.
Tetapi pada prinsipnya sistem tersebut sangat memberikan harapan yang
baik, dan harus diteliti sebagai alternatif yang dapat dipercaya untuk
menghasilkan produk-produk maupun sebagai kunci yang dapat menggambarkan
biotransformasi sistem enzim. Penilaian
ekonomi yang tepat terhaap kemungkinan berlangsungnya setiap sistem harus
dilakukan.
Lembaga Penelitian untuk Pengenalan
Tanaman Obat Baru.
Pendiridan
suatu industri fitotarmaka akan bekaitan erat dengan pengembangan dan
ketersediaan tanaman obat yang bermutu baik yang membutuhkan banyak masukan
dari R&D paa saut dasar yang berkesinambungan. Karena ahli ilmu pengetahuan dan disiplin
ilmu yang diperlukan untuk pembudidayaan berbeda dengan yang diperlukan untuk
produksi, maka disarankan agar negara-negara berkembangan mempertimbangkan
pengadan lembaga penelitian untuk mengerjakan aspek yang berbeda dari tanaman
obat. Negara-negara Cina dan India
(sebagai contoh Central Instritute for Medicinal and Aromatc Plants, Luckhow,
India) telah memberikan sumbangan yang besar untuk memperbaiki kehidupan
spesies tanaman asli dan memperkenalkan varietas-varietas tanaman kepada
masing-masing negara dan pendirian idustri fitofarmaka.
Tujuan utama dari suatu lembaga penelitian
adalah:
- Membuat gambaran ekonomi tenaman-tanaman obat yang penting.
- Perbaikan plasma nutfah
- Perbaikan varietas dengan seleksi klasik, pembiakan klonal, dan rekombinasi gen.
- Pengenalan varietas-varietas baru dengan metode klasik atau kultur jaringan.
- Menggunakan kultur sel tanaman untuk produk-produk alam secara industri.
- Standardisasi teknologi pasa panen untuk pangawetan dan pengangkutan tanaman.
- Dokumentasi dan penyebaran informasi dan menjalin hubungan dengan industri.
Produksi Skala Industri
Tanaman
yang digunakan dala pengobatan sebagian bersar berupa salah satu dari bentuk
berikut:
Bahan mentah / simplisia: segar atau serbuk kering atau diformulasi.
Ekstrak: cairan segar, ekstrak atu rebusan,
tingtur, galenik, atau formula ekstrak kering seperti tablet, kapsul, dan
sirup, keduanya seperti obat-obat tradisional dan modern.
Senyawa murni (a) sebagai obat, utamanya pada
sistem obat pengobatan modern, (b)
sebagai chemical intermediates untuk produksi obat-obat semisintetik.
Produksi
skala industri mencakujp tipe-tipe produk-produk berikut:
1. Produksi
serbuk obat:
- Standardisasi serbuk kering seluruh tanaman atau sebagian.
- Obat-obat tradisional dibuat dari suatu tanaman atau campuran tanaman sesuai farmakope.
- Ekstrak atau galenika digunakan sebagai obat modern.
- Senyawa murni untuk obat modern.
2.
Formulasi dan bentuk sediaan dari produk-produk serbuk obat seperti
digambarkan point (a).
Produksi dari produk-produk serbuk obat.
Produksi
skala industri produk serbuk obat menuntun pada tanaman multi guna yang membawa
pada sejumlah unit operasi / pelaksana, sebagai berikut:
Kumpulan bahan mentah (pembuatan serbuk)
Cairan / perkolasi alkohol / ekstraksi.
Konsentrasi dan pemurnian pelarut / recovery of
solvent.
Pengeringan produk.
Destilasi uap untuk konstituen volatile
Separasi dari volatile water-immiscibel oils.
Filtrasi dan pemurnian dengan kristalisasi
Destilasi fraksional.
Unit
operasi tersebut sangat berguna untuk mulai merintis tanaman multi guna yang
menuntun semua unit oprerasi ini.
Gambaran rinci telah disiapkan untuk fabrikasi dengan sebuah destilasi
serbaguna dengan unit-unit ekstraksi untuk memroses tanaman obat dan aromatik.
Operasi
yang dapat dilakukan dengan baik seara berurut maupun sekaligus antara lain:
- Destilasi uap dan pemisahan minyak atsiri
- Destilasi fraksional minyak atsiri
- Perkolasi dengan solven pada suhu ambient
- Ekstraksi dengan solven panas metode Soxhlet.
- Ekstraksi dengan pelepasan berulang baik dengan solven panas ataupun dingin
- Filtrasi
- Vacuum concentration dari ekstrak.
- Destilasi solven ‘recovery’
Produksi
ekstrak atau destilat hasil destilasi uap hanya embutuhkan teknologi yang
sedrhana dan bisa dijalankan oleh tehnisi dengan kualifikasi dasar di bawah
pengawasan seorang supervisor. Sedangkan
separasi dan isolasi kandungan kimia murni pada skala besar merupakan proses
yang lebih rumit dan membutuhkan keahlian kimia yang lebih mumpuni. Pada sebagian bersar kasus, teknologi dapat
dikembangakan secara tradisional, secara ‘in house’ oleh industri yang telah
memiliki R&D yang baik, atau menyerahkan problem teknologi tersebut pada
institusi akademis, bagian kimia daru suatu universitas.
Formulasi, Bentuk sediaan, dan Pengemasan.
Unit
Formulasi bisa digabungkan dengan bagian produksi atau bisa juga dioperasikan
sebagai unit terpisah. Ini kurang lebih
sama dengan pabrik formulasi farmasetik yang modern, hanya bedanya adalah bahan
baku yang digunakan akan menjadi produk obat yang berlimpah. Pendapat umum yang menyatakan bahwa unit
formulasi yang memproduksi obat tradisional tidak membutuhkan teknologi canggih
adlah salah. Unit formulasi yang memproduksi
obat-obatan untuk konsumsi manusia harus mengikuti Good Mnufacturing Practicese (GMP) untuk menjamin keamanan
produknya. Selain itu terdapat problem
khusus pada formulasi ekstrak tnaman,sehingga untuk membuat formulasi yang
modern membutuhkan teknologi tingkat tinggi, yang tentu saja tidak kuang dari
yang dibutuhkan untuk memformulasi sistem untuk obat-obat modern.
GMP
Kualitas
dan keamanan produk farmasetis bisa dipastikan dengan mengikuti prosedur
inspeksi yang sesuai dan dicek sebelum, selama, dan sesudah proses produksi,
dan tidk bisa dijamin hanya dengan satu kali inspeksi pada bagian akhir proses
produksi saja. Segi ini semakin
ditekankan dan beberapa peraturan perundang-undangan telah dibuat untuk menjamin
ditaatinya GMP.
Secara
garis besar beberapa definisi dan poin-point yang berhubungan dengan GMP
dipaparkan di bawah ini sebagai pedoman umum saja, antara lain:
Dasar pemikiran:
Bangunan harus berada di lokasi yang lingkungannya bersih / sehat dan
didesain, dibangun, disesuaikan dan dipelihara sehingga produksi / operasi
layak dijalankan di lokasi tersebut.
Peralatan: Peralatan
termasuk pelayanan dan penyimpanan, harus didesain, dibangun, disesuaikan,
ditempatkan dan dipelihara sehingga layak untuk proses produksi dan produknya.
Personalia: tenaga
kerja harus mempunyai kualifikasi yang disyaratkan, dan harus tersedia dalam
jumlah yang cukup sehingga layak untuk jalannya proses produksi dan produk yang
dihasilkan.
Pemeliharaan yang baik dan pencegahan
timbulnya kerugian: Fasilitas, sistem dan prosedur harus memenuhi
standard keamanan yang tinggi, ketertiban dan kesehatan dan memenuhi
kebijaksanaan pencegahan timbulnya kerugian dari organisasi.
Prosedur produksi dan dokumentasi:
Proses-proses dan prosedur harus dijabarkan secara jelas pada ’master
dokumen’ dan disimjpan dengan baik.
Dokumen hanyakbisa diubah oeh orang yang berwenang dan diinstruksikan
secara tertulis. Prosedur yang dilakukan
dan hasil yang diperoleh dari tiap batch hasil produksi harus segera dicatat
pada notebook yang disediakan untuk keperluan tersebut dan harus tersedia /
bisa dicek dan diinspeksi.
Kontrol kualitas: Harus aa
sistem kontrol kualitas yang sudah ditentukan, terdiri dari pengecekan atas
semua bahan yang masuk dan produk yang sudah jadi, pengawasan yang bebas
berdiri sendiri, terhadap jalannya proses dan pengujian sampel dari produk
jadi. Orang yang bertugas di kontrol
kualitas harus bertanggung jawab langsung hanya pada pimpinan tertinggi.
Penelitian dan Pengembangan
Industri
farmasi berdasarkan pada Litbang. Hal
yang terpenting adalah bahwa unit intustri farmasi harus mempunyai laboratorium
litbang yanglengkap dan dalam jumlah yang cukup. Investasi dalam litbang akan bervariasi dari
unit ke unit tergantung pada ketersediaan sumbernya, manusianya dn juga
keuangannya. Dibutuhkan waktu bagi
industri tradisional untuk berkembang dengan baik, memecahkan masalah dari
waktu ke waktu dan mengasimilasikan teknologi baru. Adanya litbang ang berdiri sendiri dan taerus
melibatkan litbang pada berbagai unit akan sangat membantu tercapainya tujuan
tersebut.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam litbang:
- Pengembangan teknologi untuk sebagian besar produksi obat-obatan.
- Pengembagnan standard kontrol kualitas baik untuk bahan baku maupun produk jadi.
- Pengembangan formulasi baru dan bentuk sediaan yang dibuat khusus untuk kondisi iklim sekarang dan disesuaikan dengan bahan baku lokal yang tersedia.
- Perpaduan antara teknologi yang diperoleh dan pengembangannya secara kontinyu untuk menghasilkan produk yang kompetitif.
- Bioekivalensi, bioavailabilitas dan studi farmakokinetik pada pengembangan bentuk sediaan.
- Pencarian sumber-sumber tanaman baru untuk obat-obat yang telah dikenal dan obat baru yang menggunakan tanaman lokal yang tersedia.
Keadan
yang terjadi pada sebgian besar negara berkembang, produksi dan fraksi tanaman
ang telah distandardisasi seharusnya menempati prioritas yanglebih tinggi
daripada zat aktif murni, karena hanya dibutuhkan teknologi yang sedrhana,
karena itu harga produknya menjadi lebih rendah, asalkan hasil uji toksikologi
menjujukkan bahwa produk tersebut aman.
Selanjutnya dilakukan penelitian untuk mengetahui komposisi kimiawi dari
fraksi campuran dan aksi farmakologis dari masing-masing kandungan untuk meyakinkan
keamanan dan kompetibilitasnya.
Melihat
besarnya modal dan mahalnya litbang maka sebaiknya dilakukan kolaboraso baik
antara negara yang sedang berkembang maupun antara negara maju dengen negra
yang sedang berkembang.
Pengembangan SDM dan Pembangunan Infrastruktur
Produksi
dan marketing di Industri membutuhkan pengalaman dan keahlian yang luas. Tersedianya personel yang siap latih
merupakan faktor kritis dalam memulai dan mengoperasikan unit-unit industri
farmasi dan menetapkan oraganisasi marketing.
Baik teknisi maupun
ahli menejemen dibutuhkan di sini.
SIMPLISIA, SARI, EKSTRAK, FRAKSI, DAN ISOLAT
Simplisia adalah bahan alamiah
yang dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun juga dan
kucuali dinhyatakan lain simplista merupakan bahan yang dikeringkan. Simplisia
dapat berupa simplisia babati, simplista hewani, dan simplista pelikan
atau mineral.
Simplisia nabati adalah simplisia
yang berupa tanaman utuh, bagian tanaman atau eksudat tanaman. Yang dimaksud eksudat tanaman ialah isi sel
yang secara spontan keluar dari tanaman atau yang dengan cara tertentu
dikeluarkan dari selnya, atau zat-zat nabati lainnya yang dengan cara tertentu
dipisahkan dari tanamannya.
Simplisia hewani ialah
simplisia yang berupa hewan utuh, bagian
hewan atau zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa
zat kimia murni.
Simplisia pelikan atau mineral
ialah simplisia yang berupa bahan pelikan atau mineral yang belum diolah atau
telah diolah dengan cara sederhana dan belum berupa zat kimia murni.
TATA NAMA
Kebanyakan simplisia berasal dari
tumbuhan. Penamaan dari simplisia
menggunakan bahasa Latin. Penamaan Latin
secara umum menandai adanya simplisia dari bagian tanaman yang diperoleh. Terminologi yang digunakan untuk menandai
adanya bagian dari tumbuhan terlihat pada tabel 1.
Tabel 1.
Terminologi Penamaan Simplisia
No.
|
Nama Latin
|
Keterangan
|
1.
|
Radix
|
Akar, suatu simplisia disebut radix kadang-kadang berisi rhizoma.
|
2.
|
Rhizoma
|
Merupakan batang yang berada di bawah tanah, tumbuh mendatar, secara umum
membawa akar lateral/cabang samping.
|
3.
|
Tuber
|
Suatu umbi atau badan yang tebal di dalam tanah, meupkana jaringan
penyimpanan parenkhimalous dan sedikit ada unsur kayu.
|
4.
|
Bulbus
|
Bawang, seperti batang di dalam tanah yang dikelilingi oleh nutrisi daun
yang.
|
5.
|
Lignum
|
Kayu, termasuk pula di sini selaput kayu yang tipis, yang jumlah kayunya
sangat kecil.
|
6.
|
Cortex
|
Kulit kayu.
|
7.
|
Folium
|
Daun.
|
8.
|
Flos
|
Bunga
|
9.
|
Fructus
|
Buah.
|
10.
|
Pericarpium
|
Kulit buah.
|
11.
|
Semen
|
Benih atau biji.
|
12.
|
Herba
|
Semua bagian tanaman meliputi batang, daun, bunga, dan buah, bila ada.
|
GARIS-GARIS BESAR PEDOMAN PANEN
1.
Biji,saat
buah belum pecah (misal Ricinus communis,
kedawung). Caranya: buah dikeringkan, diambil bijinya. Biji dikumpulkan dan dicuci, selanjutnya dapat
dikeringkan lagi.
2.
Buah,
dipanen saat tingkat masak. Tingkat
masak suatu buah dapat dengan parameter yang berbeda-beda, misal: perubahan
tingkat kekerasan (misal Cucurbita
moschata), perubahan warna (misal melinjo, asam, dll), perubahan bentuk
(misal pare, mentimun), perubahan kadar air (misal belimbing wuluh, jeruk nipis).
3.
Pucuk
daun, dipanen pada saat perubahan pertumbuhan dari vegetatif ke generatif
terjadi penumpukan metabolit sekunder, yaitu pada saat berbunga.
4.
Daun
tua, diambil pada saat daun sudah membuka sempurna dan di bagian cabang yang
menerima sinar matahari langsung sehingga asimilasi sempurna.
5.
Umbi
lapis dipanen jika besarnya maksimal dan tumbuhnya di atas tanah berhenti.
6.
Rimpang,
diambil pada musim kering dan saat bagian tanaman di atas tanah mengering.
7.
Kulit
batang dipanen menjelang kemarau.
Aturan yang ditetapkan dalam
pemanenan dan pengumpulan tanaman obat, bertujuan untuk mendapatkan kadar zat
aktif yang maksimal. Pemanenan dilakukan
pada dasarnya saat kadar zat aktif paling tinggi. Metode pemanenan disesuaikan dengan sifat zat
aktif tanaman. Ada yang bisa dipanen
dengan mesin dan ada yang harus menggunakan tangan.
BAHAN BAKU
Bahan
baku jamu biasa berasal dari tumbuhan, yang sangat diperngaruhi oleh faktor
luar maupun dalam diri tumbuhan tersebut.
Faktor luar antara lain adalah tempat tumbuh, iklim, ketinggian
tanah, pupuk, dll. Faktor dalam meliputi genetik yang terdapat
dalam tumbuhan tersebut. Hal ini
mengakibatkan variasi kandungan kimia yang cukup tinggi. Kandungan kimia juga berbeda-beda jika dipanen pada saat yang berbeda.
Ada
berbagai cara yang dapat ditempuh untuk mengembangbiakkan tanaman sebagai
sumber simplisia. Pengembangan tersebut
dapat dilakukan dengan cara: (1) dengan benih, yang digunakan untuk pembibitan
tanaman, (2) dengan bagian tanaman yang bersifat tumbuh seperti batang. Contoh tanaman yang dikembangbiakkan dengan
cara ini adalah Rheum palmatum, Qentiana lulea, (3) Pengembangan pembuahan
silang dan mutasi, tujuannya untuk mendapatkan bibit unggul.
Kandungan kimia bahan baku dapat berupa
glikosida, alkaloid, minyak atsiri, karbohidrat, dll. Bahan tersebut mudah terurai karena berbagai
hal seperti suhu, keasaman, sinar matahari, kelembaban, dll. Adanya masalah tersebut maka standardisasi
sangat diperlukan agar produk yang dihasilkan seragam dari waktu ke waktu.
Bentuk
bahan baku mempengaruhi proses ekstraksi.
Bentuk kayu dan akar umumnya keras, cara pengerjannya lain dengan bentuk
bunga, daun, rimpang, dan daun buah yang lunak. Umumnya bahan tersebut dipotong tipis-tipis
ataur diserbuk kasar, tergantung cara masing-masing industri. Ukuran bahan baku mempnegaruhi proses
pembuatan ekstrak. Ukuran tersebut harus
disesuaikan dengan bahannya, proses ekstraksi,cairan penyari, dan lain-lain. Dalam Farmakope kadang-kadang dicantumkan
nomor mesh yang dianjurkan tetapi pada prakteknya tergantung pada industri
masing-masing.
PROSES PEMBUATAN EKSTRAK
1.
Pembuatan Serbuk Simplisia
Untuk
mendapatkan ekstrak yang bermutu, dipengaruhi salah satunya adalah tahapan
pembuatan serbuk simplisia (penyerbukan).
Serbuk dibuat dengan alat yang sesuai dan derajat kehalusan
tertentu. Proses ini dapat mempengaruhi
mutu ekstrak dengan dasar beberapa hal berikut:
Makin halus serbuk simplisia, proses ekstraksi
makin efektif / efisien karena luas permukaan yang kontak dengan pelarut makin
besar. Namun demikian, makin halus
serbuk, maka makin rumit seara teknologi peralatan unuk tahapan filtrasi.
Selama penggunaan peralatan penyerbukan dimana ada
gerakan dan interaksi dengan benda keras (logam) maka akan timbul panas (kalori)
yang dapat berpengaruh pada kandungan senyawa.
2. Cairan
Pelarut
Cairan
pelarut dalam proses pembuatan ekstrak adalah pelarut yang baik (optimal) untuk
senyawa kandungan yang berkhasiat atau yang aktif. Dengan demikian senyawa tersebut dapat
terpisahkan dari bahan dan dari senyawa kandungan yang diinginkan.
3. Separasi
dan pemurnian
Tujuan
dari tahapan ini adalah menghilangkan (memisahkan) senyawa yang tidak
dikehendaki semaksimal mungkin tanpa pengaruh pada senyawa kandungan yang
dikehendaki, sehingga diperoleh ekstrak yang lebih murni.
4.
Pemekatan / Penguapan (evaporasi)
Pemekatan
berarti peningkatan jumlah parsial solute (senyawa terlarut secara penguapan
pelarut).
5.
Pengeringan ekstrak.
Pengeringan
berarti menghilangkan pelarut dari bahan sehingga menghasilkan serbuk, masa
kering-rapuh, tergantung dari proses dan peralatan yang digunakan Ada beberapa proses pengeringan ekstrak yaitu
dengan cara: pengeringan evaprasi, sublimasi, konveksi, kontak, radiasi, dan
dielektrik.
6. Rendemen
Rendemen
terhadap simplisia adalah perbandingan antara ekstrak yang diperoleh dengan
bobot simplisia awal. Rendemen dapat
dihitung atas dasar bobot basah, maupun bobot isolat terhadap bobot ekstrak.
METODE EKSTRAKSI
1. Maserasi
Maserasi
adalah proses pengekstraksian simplisia dengan menggunakan pelarut dengan
beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan (kamar). Secara teknologi termasuk ekstraksi dengan
prinsip metode pencapaian konsentrasi pada keseimbangan. Maserasi kinetik berarti dilakukan pengadukan yang kontinu
(terus menerus). Remaserasi berarti
dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat
pertama, dan seterusnya.
2.
Perkolasi
Perkolasi
adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna (ekhaustive
extraction) pad umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Proses terdiri dari tahapan pengembangan
bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan /
penampungan ekstrak), tersu menerus sampai diperoleh perkolat yang jumlahnya
1-5 kali bahan.
3.
Penyarian dengan Alat Soxhlet
Metode
penyarian dengan alat Soxhlet adalahpenyarian atau ekstaksi menggunakan pelarut
yang selalu baru yang dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi eketraksi
kontinyu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.
4. Refluks
Refluks
adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu
tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya
pendingin balik. Umumna dilakukan pengulangan proses pada residu pertama sampai
3-5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi sempurna.
5. Digesti
Digesti
adalah maserasi kinetik (dengan pengaduk kontinu) pada temperatur yang lebih
tinggi dari temperatur ruangan (kamar), yaitu secara umum dilakukan pada
temperatur 40-50oC.
6.
Infundasi
Infundasi
adalah ekstaksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air (bejana infusa
tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur 90oC) selama waktu
tertentu (15 menit).
Infusa
adalah sediaan cair yang dibuat dengan mengekstraksi simplisia nababi dengan
air pada suhu 90oC. Pembuatan
campur simplisia dengan derajat halus yang sesuai dalam panci dengan air
secukupnya, panaskan di atas tangas air selama 15 menit mulai suhu 90oC
sambil sekali-sekali diaduk. Serkai
selagi panas melalui kain flanel, tambahkan air panas secukupnya melalui ampas
hingga diperoleh volume infus yang dikehendaki.
7. Dekokta
Dekokta
adalah infundasi pada waktu yang lebih lama (30 menit). Hal ini dilakukan untuk memperoleh kandungan
senyawa yang lebih banyak dalam sari.
8.
Destilasi uap
Destilasi
uap adlah ekstraski senyawa kandungan menguap (minyak atsiri) dari bahan (segar
atau simplisia) dengan uap air berdasarkan peristiwa tekanan parsial senyawa
kandungan menguap dengan fase uap air dari ketel secar kontinu sampai sempurna
dan diakhiri dengan kondensasi fase uap campuran (senyawa kandungan menguap
ikut terdestilasi) menjadi destilat air bersama senyawa kandungan yang memisah
sempurna atau memisah sebagian.
Destilasi
uap, bahan (simplisia) bercampur sempurna atau sebagaian air mendidih, senyawa
kandungan menguap tetap kontinu ikut terdestilasi.
*saya lupa dpt sumber ini dari mana, maaf*